Turunkan Angka Pengangguran hingga Angka Terendah, Chaidir Ungkap Program Lanjutan

MAROS — Calon bupati Maros nomor urut 2, Chaidir Syam membeberkan capaian kinerjanya dalam hal pengurangan tingkat pengangguran selama menjabat di periode awal bersama Suhartina Bohari.

Chaidir menyebut, di akhir masa pemerintahan Hatta Rahman, yakni 2020 hingga 2021, angka pengangguran di Maros kala itu sangat tinggi dan mencapai angka 6,30 persen.

Di masa pemerintahannya, terus menurun hingga saat ini di angka 3,64 persen.

“Kita tidak bisa pungkiri, adanya pandemi covid membuat semua sektor ekonomi kita lumpuh dan tentunya berakibat pada tingginya angka pengangguran. Termasuk di Maros ini, awal saya menjabat itu sangat tinggi,” katanya, Jumat, 11 Oktober 2024.

Chaidir mengungkap, tingkat pengangguran terus menurun selama periodenya. Mulai dari 6,30 persen pada 2021, turun pada 2022 menjadi 5,04 persen hingga akhirnya mencapai titik terendahnya di 3,64 persen pada 2023.

“Ini berdasarkan data BPS. Di tahun 2023, itu di angka 3,64 persen dan jauh lebih rendah dari persentase provinsi dan nasional,” ungkapnya.

Chaidir menyebut, penurunan angka pengangguran di Maros itu juga ditopang dengan fasilitas pelayanan dan akses kemudahan bagi pelaku usaha khususnya UMKM yang secara signifikan menciptakan peluang kerja di tengah masyarakat.

Selain itu, keberhasilan pemerintah dalam mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi dari yang awalnya minus 10,87 persen tembus ke 9,13 persen, membuat gairah pelaku usaha kembali menggeliat.

Menurut Chaidir, tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Maros disebabkan rata-rata tenaga kerja masih memiliki tingkat pendidikan setara SD, SMP, dan SMA, sehingga tenaga kerja tersebut hanya berada pada tingkat pekerjaan kelas menengah ke bawah.

“Nah makanya, untuk menuju visi sejahtera, kami buat program penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa bersaing dan dibutuhkan oleh industri maupun secara mandiri,” ungkapnya.

Ke depannya, kata dia, program peningkatan SDM akan terus digenjot dengan berbagai kegiatan dan penunjangnya. Warga Maros harus lebih dipersiapkan dengan keterampilan yang memadai, termasuk menciptakan peluang usaha mandiri.

Selain itu, ada pula program pembuatan start-up desa yang bertujuan untuk pemasaran produk-produk lokal desa yang selama ini hanya dipasarkan secara konvensional. Termasuk pemanfaatan dan pengembangan ekonomi di pondok pesantren dengan mendorong satu pesantren satu produk.

“Di visi misi saya bersama pak Muetazim, terdapat beberapa program yang telah kami siapkan. Mulai dari penyediaan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) sebagai pusat pelatihan keterampilan dan vokasi hingga program pendampingan usaha mandiri,” pungkasnya. (*)